Korupsi saat ini sudah merajai lembaga pemerintahan dan menjadi keprihatinan yang mengenaskan. Korupsi laksana gaya hidup bagi para oknum penggede, baik dari strata rendah sampai yang tertinggi, yang hanya menjadi benalu demi meraup kekayaan dan kekuasaan. Baru-baru ini, kasus korupsi yang sedang ramai adalah Gayus Tambunan. Pegawai negeri sipil golongan IIIA di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan ini kedapatan melakukan korupsi. Lucu rasanya saat menengok kembali gaji bulanan yang sebesar 12.1 juta, jauh di atas standar gaji pegawai yang segolongan, ternyata masih membuatnya tidak puas. Sebenarnya dorongan untuk mendapat sesuatu yang lebih, adalah manusiawi, dimana sifat tersebut memang dianugerahkan pada manusia dalam bentuk nafsu. Namun, kembali lagi bagaimana manusia mengelola hawa nafsunya, untuk mendapatkan keberkahan bukan malah kepicikan. ”....janganlah kamu mengikuti nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran....” (QS. An-Nisa:135)
Harta, adalah alasan yang kerap menjadi niatan awal para koruptor hingga begitu tega dan tanpa nurani menggelapkan uang. Hasilnya mereka memang kaya harta, tetapi miskin hati. Melihat korupsi, yang sering terjadi pada para penggede yang sebenarnya telah hidup lebih dari cukup, seperti melihat orang yang telah kenyang, tetapi masih rakus melahap hidangan tanpa menyadari di sebelahnya sedang berdiri orang kelaparan yang terus menerus mengurut perutnya. Miris, sangat miris. Salah satu fenomena yang lahir dari ideologi kapitalis yang selalu mendewakan uang.
Memiliki harta berlimpah tidaklah haram, tetapi akan berubah haram jika memperolehnya ditempuh dengan jalan “menyimpang”. Di sinilah buku terbitan Khas MQ mencoba merumuskan kembali tentang hakikat kaya, sekaligus menemukan jalan menuju kekayaan yang hakiki, termasuk harta. Sebenarnya menjadi kaya harta tidaklah salah, karena sesungguhnya dengan berlimpahnya harta, malah akan memperluas peluang untuk membaktikan diri kepadaNya dan memberikan yang terbaik dari yang terbaik. Selain itu, dengan harta berlimpah lebih berpotensi menghindarkan kita dari kekufuran akibat ketergantungan dengan kaum yang lain. Hanya, yang perlu digaris-bawahi adalah upaya untuk mendapatkan harta tersebut.
Teringat bagaimana saat pemilu banyak orang berduyun-duyun mencalonkan diri menjadi wakil rakyat. Tanpa menggeneralisir, tidak dipungkiri bahwa ada sebagian oknum yang menganggap kantor senayan adalah ladang uang yang kerap menciptakan OKB [Orang Kaya Baru]. Akibatnya, para calon ini rela menghambur-hamburkan uang untuk mempromosikan diri dengan slogan-slogan “indah”. Yang menjadi pertanyaan, apakah fenomena “rebutan-kursi” akan tetap seheboh ini jika pemerintah tidak dengan mudah mengeluarkan duit-duit tunjangan atau uang saku untuk para pejabat legislatif?
Tak dipungkiri, jika saat ini penduduk bumi sedang mengalami krisis akhlak, krisis yang menjadi salah satu pemrakarsa maraknya budaya instan dalam mengeruk uang. Keinstanan yang menjadi bumbu penyedap dari “nikmat”nya korupsi inilah yang kerap membuat para koruptor dengan tanpa bersalah melakukan manipulasi-manipulasi demi menambah ketebalan kantong.
Budaya instan itulah yang coba dibenahi oleh penulis yang terkenal kalem dan karismatik. Untuk meraih kekayaan harta, tidaklah sekadar berurusan dengan lahiriah, seperti bekerja, tetapi juga berurusan dengan alam ruhaniyah. Aa Gym, seorang ustadz yang juga seorang pengusaha ini menawarkan sebuah jalan meraih kesuksesan lewat konsep kaya GIGIH+H. Apakah GIGIH+H? Adalah sebuah proses yang ditempuh insan untuk memperoleh kekayaan harta tanpa meninggalkan kekayaan rohani. Walaupun insyaALLAH, dengan kesungguhan usaha, akan mempertemukan pelaksananya dengan harta yang berlimpah, titik berat dari proses ini bukanlah pada bertambahnya kekayaan, tetapi lebih kepada pembentukan pikiran, motivasi dan hati. Hanya disayangkan, di buku ini Aa Gym tidak membagikan pengalaman beliau di lapangan, yang sekiranya akan lebih membuka mata pembaca tentang realita pencarian konsep GIGIH+H yang disampaikan.
Terlepas dari kekurangannya, buku setebal 180 halaman ini, akan membuat pembaca menganggap kaya harta “hanya” sebuah bonus dari kerja keras membenahi diri yang kemudian menuntut manusia untuk menjadi karakter yang baik dan kuat. Karakter yang nantinya akan menggiring pembaca untuk berupaya meraih 7B, yang salah satunya adalah Bekerja keras dengan cerdas dan ikhlas, sehingga mengarahkan hakekat kaya dari sudut pandang yang lebih baik.
Judul : Saya Tidak Ingin Kaya Tapi Harus Kaya
Penulis : Abdullah Gymnastiar
Editor : Bambang Trim dan Deny Riana
Penerbit : Khas MQ
Tahun : September 2006
Genre : Motivasi
Tebal : 180 halaman
ISBN : 979-99680-0-3
kunjungi: http://wisata-buku.com
Judul : Saya Tidak Ingin Kaya Tapi Harus Kaya
Penulis : Abdullah Gymnastiar
Editor : Bambang Trim dan Deny Riana
Penerbit : Khas MQ
Tahun : September 2006
Genre : Motivasi
Tebal : 180 halaman
ISBN : 979-99680-0-3
kunjungi: http://wisata-buku.com
0 comments:
Post a Comment